Posted by : Unknown Sabtu, 05 Januari 2013

Kunang-Kunang Srikandi

oleh Cherryblossom Haruno pada 4 Januari 2013 pukul 21:12 ·


Saya persembahkan sebuah hadiah kecil untuk Faisal Riva’I atas kesuksesannya. Dan tak lupa kepada orang-orang yang selama ini mendukung saya, baik berupa like, komen, maupun kritik.
Semoga bisa bermanfaat dan menghibur.

**
Ia sering hadir di perpustakaan ini, kala penjaga perpustakaan terkantuk-kantuk dikursinya —agaknya merasa jenuh dengan keadaan sekitar yang lengang, bau buku menusuk hidung, terik matahari  yang menyengat kulit, deru kipas angin tua berdesing pelan, tak lupa suara tik-tok jam yang berdetak lambat, tepat pukul 11.50, waktu istirahat kedua bagi para murid.
Suara pintu berderit
Faisal mengangkat wajahnya dari buku yang tengah ia baca, sekedar ingin tahu siapa yang datang ke perpustakaan sepi ini(sekalipun ia tahu siapa)—dan juga memberikan istirahat sejenak pada otaknya yang mulai berkabut tipis. Tak lama peluh bermunculan di dahinya. Diiringi degupan yang abnormal, ia mencoba kembali menyelami buku dihadapannya. Namun nyatanya, mata kehitaman Faisal  tak lepas dari dua gadis didepannya. Khusnul, teman sekelasnya dan…seorang gadis yang menjadi pusat semesta galaksinya, Ayu.
Gelenjar aneh menyebar. Ia merasa dunianya terhenti, ditarik menuju sebuah gejolak absurd tak berdasar, kemudian secara sporadis ia ada diantara gugusan Nebula.

K U N A N G - K U N A N G S R I K A N D I

Seringkali Faisal melihatnya di perpustakaan ini, 5 menit atau paling telat 10 menit setelah bel berbunyi, sedang ia sendiri akan hadir sebelum gadis itu datang —tepat kala bel berbunyi ia akan langsung melejit menuju perpustakaan. Terkadang ia mesti berlari-lari kecil, datang dengan nafas terengah, baju berantakan, atau sering pula ia ditegur penjaga perpustakaan lantaran tampangnya yang lebih mirip begundal berandalan(baju berantakan, rambut sedikit panjang dan berantakan, baju keluar, dan tambahkan wajahnya yang mirip orang bangun tidur) ketimbang anak alim yang gemar membaca—ia sama sekali tak mempermasalahkannya. Kadang pula kalau ia beruntung ia akan mendapat tempat yang pas untuk mengagumi gadis itu, atau jaraknya cukup dekat dengannya. Dan saat itu rasanya kalau ia mesti mati muda pun, ia rela. Ah, lebay.
Ia masih ingat, saat teman-teman sekelasnya menggodanya;mengatakan segala praduga yang melenceng dari kenyataan, tapi kemudian ia hanya tersenyum tipis, tak mengiyakan tak menampik. Itu dirinya, kadang penuh misteri dan tak acuh dengan isu yang beredar.
“Alah, palingan ada yang ditaksir disana!” celetuk Adji. Faisal tertohok. Jangan-jangan pemuda ini punya indra keenam, mind reading, misalnya. “Kalau bukan hantu perpus, penjaga yang tampangnya tak punya harapan hidup(persis kaya mukanya), palingan ia punya kelainan seksual dan psikiologi! Masa mau menikah sama buku! Semprul!”
Sekelas terbahak.
Waktu itu ia berpikir kembali tentang Ayu, apakah ia memakai mantra hipnotis? Atau mantra pemikat jiwa? Sehingga ia rela datang ke perpustakaan setiap hari?
**
Sesekali mata hitam Faisal mengarah ke pojok kiri perpustakaan, tempat dimana Ayu dan Khusnul memilih singgah. Pandangannya tak lagi fokus ke arah bacaannya melainkan bercabang, antara buku dan Ayu. Dan ia memilih keduanya, sekalipun pilihan pertama hanyalah kamuflase;penyamaran.
Kursi diseberang mejanya berdercit. Ia mengangkat pandangannya. Dari jarak ini ia melihat Khusnul hengkang dari kursi duduknya, samar-samar dari pintu perpus ada bayangan Ani(teman sekelasnya) yang ia duga sebagai penyebab Khusnul bangkit dari kursinya.
Dua gadis bercakap-cakap didepan pintu, ia tak mengamatinya. Ia hanya memperhatikan Ayu memandangi keduanya dengan mimik bingung dan alis berkerut. Ia mengalihkan pandangannya. Nampaknya perundingan antara Khusnul dan Ani telah rampung. Khusnul kembali, namun tampang bersalah ia perlihatkan pada Ayu. Ia bisa mencuri dengar.
Sorry, aku lupa ada janji sama Ani. Katanya dia mau ke koperasi bentar, sekalian sama aku mau ke ruang Tata Usaha. Biasa bayar SPP.”
Ayu hanya tersenyum, menampilkan lesung pipi disalah satu ujung bibirnya. “Tak apa. Lain kali temani aku, ya!” ujarnya. Dan entah sejak kapan Faisal suka sifat Ayu yang satu ini, penuh pengertian, tenang, dan mengalah, tambahkan kata dewasa setelahnya.
Tanpa sadar, segaris lengkung tipis menghias wajahnya.
**
Pernah waktu itu ia berbicara dengan Ayu. Kata orang, kesan pertama mempengaruhi kesan selanjutnya apabila bertemu dengan si doi. Namun nyatanya, kesan pertamanya sungguhlah absurd, —kata lembut untuk gaje.
Suasana sama seperti kali ini, kala itu hanya ada mereka berdua plus tiga penjaga perpus—dua laki-laki satu perempuan—didalamnya. Waktu itu bukan dirinya yang mengawali pembicaraan(ia sama sekali tak punya keberanian), ia hanya tak nyana, sebuah keajaiban tengah menghampirinya.
Ia ingat suara kipas angin tua yang menderu pelan.
Faisal menaruh buku didepan mukanya, nyaris menutupi keseluruhan wajahnya. Sepasang manik hitam itu berkeliaran, mencari letak subyek tertuju.
Matanya menbeliak, melotot nyalang.
Roger! Roger! Subyek memandang kearahnya!
Dunianya seakan terhenti, ia seolah-olah berada diantara gradasi langit jingga.
Gadis itu tersenyum padanya—nyaris tertawa. Kemudian mendekati mejanya.
 “Memang kau bisa membaca dengan aksara terbalik?”
‘KRAKK’
Dunianya retak, kemudian pecah. Ia hanya bisa memandangi gadis itu dengan tampang bloon dan alis berkerut, tak lupa dengan rona merah yang menjalar.
Saat itu ia ingin sekali membenturkan kepalanya ke meja, atau bersembunyi diantara tumpukan-buku-buku yang menggunung.
Ia sama sekali tak punya muka.
.
“Maaf kalau pertanyaan tadi frontal dan menohok. (ia terkikik)hanya saja aku baru melihat seseorang bisa membaca buku setebal itu dengan terbalik, itu lucu!” ucapnya diselingi kekehan geli. Faisal terdiam, tak tahu harus bicara apa. Matanya menatap tak berkedip gadis didepannya. Tentu dengan tampang polos setengah bloon.
“Hei! Hei! Halooo! Dari bumi kepada anda Roger. Roger. Ganti.” Si gadis mengibas-ngibaskan tangannya didepan wajah Faisal, setelahnya ia mengerutkan alis melihat pemuda di hadapannya menahan nafas dan mencubiti dirinya sendiri. Ini aneh,batinnya.
Faisal kembali meruntuki ketololanya. Ia mulai tersadar dari acara lamunannya. Dan kembali ingin membenturkan kepalanya ke meja.
“Aku Ayu. Salam kenal.”sebuah uluran tangan dan senyum yang tersungging.
Faisal hanya menggangguk dan menjabat tangan mungil itu, “Faisal. Salam kenal.”
Lamat-lamat ia melukiskan senyum kecil. Semesta galaksi lain telah menariknya. Ia seolah berada diatas punggung seekor kunang-kunang yang terbang perlahan melintasi kabut Nebula. Perasaannya ringan.
Namun kemudian menjadi nanap kala Ayu memilih mendahuluinya kembali ke kelas—sekalipun kelas mereka bersebrangan dan satu arah.
Ia memegang dada kirinya, tempat jantung berdetak.
Ada yang kosong disana.
**
Ingatannya kembali bergulir. Ada pula saat ia meminta nomor handphone Ayu kepada Khusnul pada istirahat pertama, waktu kelas kosong mlompong. Hatinya berdebar gelisah, matanya berkedip cepat, peluh menetes keluar, tenggorokannya kering mendadak.
“Untuk apa?” itulah pertanyaan pertama Khusnul saat ia melontarkan niatnya meminta nomor temannya itu, “Urusan organisasi.” dalihnya. Tanpa tedeng aling-aling, Khusnul mulai merobekkan secarik kertas mungil, menulis nomor diatasnya.
“Nih. Awas kalo disebarin.” sebuah gerutuan sebal dan wanti-wanti lolos dari mulut Khusnul. Faisal kembali tersenyum. “Yo. Thank’s.” ia melenggang pergi.
“Eh, tunggu. Kenapa nggak minta ke orangnya langsung, sih?” mata Khusnul memincing tajam, nampaknya sedikit ragu dengan Faisal.
“Oh, kemarin gak sempet minta.” alibinya. “Udah ya. Mau ke kantin, nih.” ujarnya menghindar.

Dan malamnya, ia memberondong Ayu dengan segala SMS gaje-nya. Tapi—…
—nampaknya gadis itu tak keberatan.
**
 Penjaga perpustakaan masih terkantuk-kantuk dikursinya —agaknya semakin jenuh dengan keadaan sekitar yang lengang, bau buku menusuk hidung, terik matahari  yang menyengat kulit, deru kipas angin tua berdesing pelan, tak lupa suara tik-tok jam yang berdetak lambat. Lima menit lagi bel berbunyi, tanda pelajaran akan dimulai kembali.
Seperti biasa, Faisal bangkit dari kursinya lima menit sebelum bel berdentang. Ia bersiap-siap melangkah pergi saat saku celananya bergetar kecil. Handphone-nya.
One message Received
Sender: Ayu
Tunggu aku, sebentar.
Ia kembali membalik badannya. Ia berada di ambang pintu sekarang. Dari sini ia melihat Ayu tergesa-gesa merapihkan bukunya. Ia hanya menyeringai tipis.
To: Ayu
Cepatlah. Atau kutinggal.
Ayu terlihat mengerucutkan bibirnya, matanya menyipit, tapi tak urung juga mempercepat kerjanya. Agaknya, banyak bukku yang hendak ia pinjam. Setelah selesai, ia menghentak-hentakkan kakinya saaat melangkah menuju Faisal. Pemuda yang saat ini bersender di samping pintu itupun hanya tersenyum, kemudian membantu Ayu membawa bukunya—setelah melewati proses administrasi  oleh penjaga perpustakaan tentunya. Tapi sebelumnya, ia sempatkan mengacak rambut coklat pendek gadis itu pelan.
**
Mereka melangkah ringan melewati lorong-lorong labolatorium, sesekali saling melirik,  melempar senyum kemudian, tanpa suara.
Entah sejak kapan hal itu berlangsung, yang mereka tahu, mereka menikmatinya.
Terkadang mereka akan berhenti di undakan tangga hanya untuk berdebat ada berapa anak tangga yang ada, lalu setelah itu akan kembali seperti semula, Faisal akan mengantar Ayu kedepan kelas sembari tersenyum dan mengacak rambutnya pelan, setelah itu ia akan meneruskan perjalanannya ke kelas.
Yang Faisal tahu, ia hanya tinggal mengikutinya. Arus kemana perasaannya belabuh, kala ia mulai menepi, ia tahu itulah tempatnya. Biar ombak waktu yang akan menjawab saat ia mesti berlabuh.
**
Karena Ayu seolah Dewi Srikandi, ahli panah yang tepat mengenai hatinya, diam-diam, tanpa sadar, saat ia berada di perpustakaan. Sementara Ayu itu sendiri memiliki sifat layaknya kunang-kunang. Persetan dengan orang-orang yang menyebut kunang-kunang sebagai hewan Jahanam. Kuku setan. Ia hanya berpikir, kunang-kunang itu mengantarkannya kepada cahaya. Menerangi harinya tanpa diminta. Membuatnya bisa terbang rendah menuju kabbut Nebula secara pelan-pelan.
**
A B A:
Oke. Ini tergaje. Udah rubah alur tiga kali. Dan setelah bersemedi, saya memilih alur yang ini. Untuk Faisal, jangan bunuh saya. Karaktermu ancur banget, ya?
Terimakasih sudah membaca.
Padaherang, 04 Januari 2013.
8:37 p.m

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © 2013 Adji-id - Shiroi - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -